Pertanyaan ini sering muncul dari para pemikir teologis dan kalangan awam apalagi ketika dihadapkan dengan cobaan yang berat. Jika Tuhan benar-benar ada, dan jika Dia Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan Maha Kuasa, maka mengapa di dunia ini masih ada kesengsaraan, kelaparan, penderitaan, pembunuhan, dan berbagai bentuk ketidakadilan? Apakah ini tidak bertentangan dengan sifat tuhan yang maha pengasih, maha penyayang, bahkan maha penguasa semesta?
Sebagian agama
mencoba menjawab persoalan ini dengan menyatakan bahwa Tuhan pasti selalu
berbuat baik dan yang terbaik, meskipun tampak buruk bagi manusia. Ajaran ini
secara sekilas tampak menenangkan, namun tidak sejalan dengan fakta. Dunia
nyata menunjukkan bahwa jutaan manusia menderita dalam berbagai bentuk. Lantas,
apakah Tuhan tidak mampu mencegah penderitaan ini, ataukah Dia tidak peduli?
Inilah yang
sering dijadikan celah oleh para ateis untuk menyerang agama. Mereka mengatakan
bahwa Tuhan dalam agama-agama itu hanya ilusi yang sengaja diciptakan oleh
manusia untuk kemaslahatan hidup didunia atau tuhan hanya sebatas konsep
idealistis yang tidak sesuai fakta. Dari sini muncul juga pemikiran-pemikiran
ekstrem seperti dualisme ketuhanan: ada Tuhan baik dan Tuhan jahat (Lucifer,
Dewa Kegelapan, dan sebagainya), dalam tubuh islam sendiri ada juga aliran yang
menganggap bahwa tuhan selalu berbuat baik dan terbaik untuk manusia. Mereka
adalah aliran Muktazilah yang di vonis sesat oleh kalangan ulama Ahlussunnah
karena ajaran mereka dinilai tidak sesuai dengan realitas empiris.
Imam as-Sanusi
berkata dalam Syarh Umm al-Barahin mengenai pandangan muktazilah:
فالمعتزلةٌ
إنَّما يوجبونَ مِنَ الممكنات على الله تعالى فعل الصلاح والأصلح للخلْقِ،
والمشاهدة والشرع يقضيان بفساد قولهم في ذلك
"Muktazilah
mengharuskan Tuhan berbuat hal yang tidak diharuskan berupa melakukan kebaikan
dan hal terbaik bagi makhluk. Realitas empiris dan syariat memastikan kesalahan
ucapan mereka dalam hal tersebut.
Jawaban Ulama
Ahlussunnah: Tuhan Bertindak Sesuai Kehendaknya
Imam Al-laqani
menjelaskan dalam kitabnya jauharah Al-Tauhid sebagai bantahan untuk kaum
muktazilah:
وَقَوْلُهُمْ
إِنَّ الصَّلاَحَ وَاجِبُ - عَلَيْـهِ زُوْرٌ مَا عَلَيْهِ وَاجِبُ
أَلَمْ
يَرَوْا إِيْلاَمَـهُ اْلأَطْفَـالَ - وَ شِبْهِـهَا فَحَـاذِرِ الْمِحَـالَ
Dan perkataan
mereka (Mu’tazilah) bahwa berbuat baik adalah wajib atas Allah, itu adalah
dusta, tidak ada sesuatu pun yang wajib atas-Nya(Allah). Sebagai bukti Tidakkah
mereka melihat bahwa Allah menyakiti anak-anak (dengan memberikan penyakit) dan
yang semisalnya? Maka jauhilah kesimpulan yang batil.
Biasanya kaum
muktazilah akan memberikan justifikasi bahwa tertimpa musibah dan pembebanan
aturan syariat (taklif) mengandung kebaikan bagi manusia sebab nantinya hal itu
akan mendatangkan pahala.
Imam ad-Dasuqi dalam Hasyiyah ad-Dasuqi 'ala
Syarh Umm al-Barahin menjawab justifikasi tersebut:
فإن
قالوا : إن المحن والتكليف فيهما مصلحة باعتبار ما يترتب عليهما من الثواب .. قلنا
لهم : الله قادر على إيصال الثواب بدون التكليف والمحن
"Apabila
mereka berkata bahwa musibah dan beban aturan syariat mempunyai sisi kebaikan
dengan memandang bahwa di balik itu ada pahalanya, maka kami(Ulama Ahlussunnah)
menjawab bahwa Allah mampu memberikan pahala tanpa memberikan beban aturan atau
pun musibah".
pandangan
Ahlussunnah Tuhan tidak dibatasi hanya harus berbuat baik, namun Tuhan
mengerjakan apa yang dia kehendaki ( فعّل
لمن يريد) Dia bisa memberi nikmat, tapi juga bisa
memberi ujian atau hukuman. Semua berada dalam kekuasaan dan kebijaksanaan-Nya.
Allah berfirman:
يُعَذِّبُ
مَنۡ يَّشَآءُ وَيَرۡحَمُ مَنۡ يَّشَآءُ ۚ وَاِلَيۡهِ تُقۡلَبُوۡنَ
Artinya :
Dia (Allah) mengazab siapa yang Dia kehendaki dan memberi rahmat
kepada siapa yang Dia kehendaki, dan hanya kepada-Nya kamu akan dikembalikan.
(Q.S Al-Ankabut : 21)
Lantas adilkah
Tuhan?
Sebagian orang
menyatakan bahwa penderitaan adalah bukti bahwa Tuhan tidak adil atau bahwa
Tuhan tidak Maha Penyayang. Padahal, segala sesuatu yang terjadi didunia ini
adalah ujian dari allah, logikanya seorang guru memberikan ujian kepada
muridnya yang berhasil melewati ujian akan diberikan hadiah dan yang gagal akan diberikan hukuman. Adilkah
guru tersebut? Tentu sangat adil karena jauh hari sang guru telah memberikan
pelajaran kepada muridnya ketika ujian datang tinggal sang murid mengikuti
ujian tersebut lulus adau gagal, begitu juga dengan tuhan yang telah memberikan
kepada manusia kehendak untuk memilih apakah dia berhasil mengikutinya atau
gagal.
Keberadaan
neraka pun sering dijadikan alasan untuk menyebut Tuhan kejam. neraka adalah
bentuk keadilan, Tanpa neraka, tidak ada pertanggungjawaban. Manusia bisa
berbuat sesuka hati. Maka dari itu, keberadaan neraka justru mendidik manusia
untuk bertanggung jawab, dan surga adalah penghargaan bagi mereka yang taat.
Rasulullah SAW
bersabda:
لَوْلَا
عفوُ اللَّهِ وتجاوُزه، مَا هَنَّأَ أَحَدًا الْعَيْشَ وَلَوْلَا وَعِيدُهُ
وَعِقَابُهُ، لَاتَّكَلَ كُلُّ أَحَدٍ
"Seandainya
tidak ada ampunan dan toleransi dari Allah, maka tidak akan ada yang
dibiarkan hidup. Seandainya tidak ada ancaman dan siksanya, maka semua orang
akan berdiam diri [tanpa berbuat baik]."
Dengan demikian,
iman kepada Tuhan tidak mengharuskan Tuhan untuk selalu membuat manusia senang.
Iman justru mengharuskan manusia siap menerima apa pun keputusan Tuhan, baik
itu menyenangkan maupun menyakitkan. Dari situlah muncul mental tangguh yang
tidak mudah menyalahkan Tuhan atau berpaling dari agama hanya karena kesulitan.
0 Komentar